Rabu, 05 Mei 2010

MEMBIMBING ANAK KORBAN PELECEHAN EMOSIONAL








BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Masa remaja adalah masa-masa penentuan dan juga masa pencarian identitas diri. Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan coba-coba, perilaku imitasi atau indefikasi. Ketika remaja si gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya. Masa remaja ini juga disebut dengan masa social hunger (kehausan social), yang tidak ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan ingin diterima didalam lingkungan kelompok sebagainya (peer group). Jika penolakan ini terjadi pada anak tersebut dapat menimbulkan frustasi dan merasa rendah diri, dan akan mengakibatkan kehilangan kepercayaan diri. Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja yaitu:

1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya.

2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang.

4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.

5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

Jika diperhatikan pembahasan yang di atas bahwa masa remaja adalah masa yang sangat indah dan penuh dengan bunga-bunga kehidupan. Namun sekarang ini, fakta membuktikan bahwa sekarang ini banyak anak-anak remaja tidak mendapati hal-hal yang indah tersebut, sertaa tidak menemukan identitasnya dengan baik. Hal ini terjadi dikarnakan terjadinya kekerasan dalam keluarga atau rumah tangga sehingga terjadi pelecehan emosional. Makanya tidak jarang ditemukan para anak remaja menjadi nakal, menjadi nglandangan atau yang paling parah tidak menemukan identitas dirinya. Hal ini terjadi dikarenakan pelecehan emosional anak dan kurang memahami dan kuran mengerti dengan diri anak. Padahal Firman Tuhan berkata “Hai bapak-bapak, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hati dia” (Kol 3:21). Seorang anak jika disakiti hatinya akan membawa suatu rasa sakit hati yang mendalam. Hal ini perlo diperhatikan supaya terjadi seperti itu pada anak. Kekerasan pada diri anak perlu di buang dan sekali-kali jangan diperlakukan anak itu dengan tidak wajar.

Dalam Amsal 22:6 berkata “ didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya. Maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari jalannya itu”. Anak remaja tidak perlu dikerasin dan diperlakukan yang tidak sewajarnya. Anak remaja perlu di bina dan dididik dengan baik. Sebagai orang tua harus memahami anak tersebut dengan baik. Sebagai mana dalam Amsal tersebut dinyatakan. Anak remaja perlu di perhatikan dimengerti jangan dikerasih, supaya dia merasa aman dan dalam mencari identitasnya tidak ada ngangguan.

B. TUJUAN

Dengan mengetahui bahwa masa rema adalah masa penentuan dan masa pencarian identitas diri. Perlu di sadari bahwa di masa ini perlu dibina dan diarahkan dan jangan di kekang. Mereka butuh perhatian dan butus arahan supaya mereka merasa aman dalam memastikan tujuan hidupnya. Anak harus dibina dengan baik yang seturut dengan kebenaran Firman Tuhan (Ams 22:6). Jika hal ini diperhatikan maka anak tidak merasa bahwa emosinya tidak dilecehkan dan dia merasa di terima dengan baik dalam keluarga tersebut. Penerimaan akan keberadaan anak akan membawa kepada hubungan keluarga yang harmonis dan rukun. Kerukunan dan keharmonisan dalam keluarga akan membuat anak itu merasa aman dalam keluarga tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PELECEHAN EMOSIONAL

Kamus bahasa Indonesia memberikan pengertian mengenai kata pelecehan itu adalah “menghinakan, memandang rendah dan memandang tidak berharga. Jadi dilihat dari pengertian ini pelecehan itu adalah menganggap bahwa apa yang ada dalam diri anak itu atau potensi yang di miliki anak tersebut sering diabaikan dan sering tidak dihiraukan. Hal ini membuat anak tersebut merasa tidak dihargai atau merasa tidak di terima dalam keluarga tersebut. Pelecehan emosiona pada anak akan membuat anak tersebut susah mengembangkan diri dan potensinya. Emosi yang sudah dilecehkan akan membuat korban tersebut (anak) merasa malu, minder dan takut untuk berbuat sesuatu. Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak (child abuse) , antara lain:

1. Dampak kekerasan Fisiknya

Kekerasan ini merupakan perbuaatan dari orang tua pada anak sehingga mengakibatkan rasa sakit hati, sehingga menimbulkan luka batin. Seorang anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua nantinya akan berlaku kejam kepada anak-anaknya. Kekerasan fisik yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia.

2. Dampak kekerasan psikis

Kekerasan ini adalah kekerasan orang tua pada anak sehingga mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, dan rasa tidak berdaya sehingga terjadi kekecewaan. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, akan cenderung meniru perilaku buruk. Menurut Nadia (1991), kekerasan psikologis sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri.

3. Dampak Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual, kekerasan ini ialah kekerasan pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap dirinya oleh keluarga dan lingkungan sekitarnya. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003) diantara korban yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah, merasa rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksua. Jika kekerasan seksual terjadi pada anak yang masih kecil pengaruh buruk yang ditimbulkan antara lain dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit

4. Dampak Penelantaran Anak

Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak, Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.

Jika dilihat penjelasan di atas memang orang yang sudah dilecehkan emosinya akan mengakibatkan nganguan fisik, dan psikisnya, seksualnya dan dalain sebagainya. Bila hal ini sudah terjadi pada diri anak remaja kan menimbulkan rasa minder, rasa takmampu dan lain sebagainya. Pengaruh pelecehan emosi ini sangatlah besar sehingga mengakibatkan nganguan pada diri anak tersebut. Hal ini harus diperhatikan supaya jangan terjadi pada diri anak tersebut.

B. PENGERTIAN EMOSIONAL

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia.

Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu. Amarah: beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih Terkejut : terkesiap, terkejut Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka hmalu: malu hati, kesal.

Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. Jadi Emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MELATAR BELAKANGI KEKERASAN PADA ANAK REMAJA.

Keluarga adalah lingkungan pertama dalam kehidupan anak, tempat dimana anak belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak. Pendidikan dalam keluarga sangat menentukan sikap seseorang, karena orangtua menjadi basis nilai bagi anak. Pola asuh, peran dan tanggung jawab yang dijalankan oleh orang tua dalam menerapkan disiplin pada anak bukan merupakan pekerjaan yang mudah, dimana kadang kala orang tua mengalami hambatan. Hambatan-hambatan tersebut berujung pada perlakuan yang salah kepada anak. Tindak kekerasan terhadap anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Meskipun banyak upaya telah dilakukan oleh pemerintah, seperti penyusunan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap diri anak, namun kekerasan itu tetap terjadi.

Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah salah satu cara mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Kekerasan pada anak adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk hinaan meliputi; penelantaran dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking atau jual-beli anak. Patilima (2003) menganggap kekerasan merupakan perlakuan yang salah orang tua. Patilima mendefinisikan perlakuan salah pada anak adalah segala perlakuan terhadap anak yang akibat-akibatnya mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial, maupun mental. Menurut sitohang ada tiga yang mengakibatkan pelecehan emosional itu muncul pada diri anak antara lain:

1. Faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Faktor kekerasan dalam rumah tangga itu ialah kekerasan yang terjadi yang ikut melibatkan baik itu dirinya anak tersebut. kondisi yang begitu menengangkan antara Ayah dan Ibu, sehingga yang sering menjadi sasaran luapan emosi dalam rumah tangga itu tertimpa pada anak tersebut. dimana dalam pertengkaran antara Ayah dan Ibu yang menjadi korban itu anak. Sehingga mengakibatkan anak tersebut merasa takut dan ia merasa bahwa kehadirannya dalam keluarga itu tidak di hargai

2. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi yaitu kekerasan timbul karena tekanan ekonomi. Tertekannya kondisi keluarga yang disebabkan himpitan ekonomi, faktor ini banyak terjadi. Hal ini sering sekali di karenakan ekonomi yang kurang memadai yang menjadi korban kekerasan terjadi pada diri anak. Sehingga membuat anak tersebut tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Yang bisa di lakukannya ialah hanya membisu dan merasa tertekan. Dan tekanan ekonomi dalam keluarga membuat orang tua mengalami stress yang berkepanjangan dan di balik stress tersebut anak menjadai sasara.

3. Faktor Pandangan Keliru Tentang Keberadaan Anak Dalam Keluarga

Dalam hal ini orang tua sering memnggangab bahwa kehadiran seorang anak itu dalam keluarganya hanya biasa saja. Sehingga sering terjadi bahwa orang tua tidak menjaga perasaan anak. Dan orang tua beranggapan bahwa kehadiran anak itu dalam keluarga hanya buat repot dan menyusahkan keluarga.

Hal-hal inilah yang peling men dasar yang mempengaruhi kekerasan itu terjadi pada diri seorang anak, sehingga mengalami krisis indentitas dan gagalnya menemukan identitas dirinya.dan jika hal ini terjadi anak remaja tersebut akan merasa tertekan dan bermuram dan menimbulkan rasa sakit hati. Perlu diperhatikan bahwa kehadiran anak itu dalam keluarga bukan merepotkan atau menyusahkan, namun kehadiran anak itu membawa suatu kebahagiaan dalam keluargga tersebut. pelecehan emosi itu terjadi pada diri anak akan membuat dia susah untuk berkembang dan susah untuk mengembangkan identitasnya.

BAB III

SIKAP DAN DAN TINDAKAN GEMBALA SIDANG TERHADAP KORBAN PELECEHAN EMOSIONAL

A. ADANYA KONSILING ATAU BIMBINGAN TERHADAP KORBAN PELECEHAN EMOSIONAL

1. Pengertian Konseling

Secara etimologi, kata konseling berasal dari kata benda counsel, yang diangkat dari kata latin consilium, dari kata dasar consilere yang berarti to consulilt, yaitu mencari padangan atau nasehat orang lain, yang berfungsi sebgai penuntun pandangan dan pembuatan keputusan. Konseling berarti member nasehat, petunjuk, peringatan, teguran, dorongan atau ajaran untuk mengarahkan. Jadi tugas sebagai gembala sidang harus bisa mengarahkan dan membimbing mereka, karena mereka juga berhaga di mata Tuhan. Dengan membimbing mereka melalui konseling, kita harus mengarahkan mereka, dengan menekankan bahwa Tuhan sangat mengasihi mereka (Maz 27:10, Mat 11:28). Anak yang sudah emosinya dilecehkan mereka perlu di bombing dan diarahkan seturut kebenaran Firman Tuhan. Dalam menjelaskan tentang apa sebenarnya konseling itu, ada beberapa depenisi tentang konseling. Depenisi-depenisi tersebut adalah sebagai berikut: 1 Konseling adalah suatu usaha untuk membantu konseli memperoleh pengertian dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Defenisi ini menengaskan bahwa konseling adalah upaya member pertimbangan penting bagi konseli untuk memahami diri dan masalahnya yang di hadapinya dan dengan tujuan agar konseli dapat bertindak dan mengatasinya. 2 Konseling merupakan suatu usaha membawa konseli untuk mendapatkan pemahaman dan pengenalan dirinya sendiri. Dengan setidaknya dia mampu menghadapi kenyataan yang sudah ada. 3 Konseling adalah pemberi bantuan kepada konsili supaya dia dapat mengalami dan mengavaluasi sebagai situasi dan segala keterbatasannya dalam mengembangkan penyelesaian masalah atau persoalannya. 4 Konseli adalah suatu proses untuk membatu konseli mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapinya. 5 konseling adalah hubungan individu antara konselor dengan konseli dalam upaya membimbing konseli agar ia dapat mengintegrasikan pengertian diri dengan situasi sehingga ia dapat mengambil keputusan dan menguasai dirinya secara bijak sana.

2. Bimbingan

Bimbingan adalah suatu usaha pengarahan atau tuntunan yang membawa seseorang kearah tertentu atau yang seturut kebenaran Firman Tuhan yang berdasarkan prinsip yang berdasari pembimbingan tersebut (Amsal 22:6). bimbingan juga suatu bantuan untuk mengarahkan atau menghindari kesukaran-kesukaran dalam hidup agar seseorang dapat penyesuaian dirinya sebaik-sebaiknya dengan perkembangan pribadinya sehingga ia mencapai kesejahtraan dalam hidupnya. Dalam bimbingan ini juga adalah suatu usaha membantu seseorang individu memahami dan mengunakan kebijakan secara bijak sana pendidikan, pengajaran dalam membina kosili tersebut. jadi seorang gembala harus memiliki hati yang mau membimbing dan mengarahkan orang yang membutuhkan bimbingan (konseli). Dengan membimbing mereka, sebagai gembala harus megarahkan mereka untuk bisa menerima keyataan yang sudah tersja. Dan mengarahkah mereka untuk mengampuni atas tindakan orang tua yang sudah menimpa kehidupan mereka, karena barang siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya akan di sayangi (Amsal 28:13).

B. ADANYA PENDEKATAN SECARA PRIBADI TERHADAP KORBAN PELECEHAN EMOSIONAL

Seorang konselor (gembala sidang) hanya dapat melayani seorang konseli dengan baik dan melaksanakan konseling secara efekti apa bila ia dapat memahami kondisi konselingnya dengan baik dan dengan secara seutuhnya. Sebagai gemba sidang bukan hanya di tuntut untuk membimbing atau menasehati, tetapi juga mereka harus menjalankan konseling itu dengan cara adanya pendekatan terhadap mereka secara priba. Dengan pendekatan kita bisa memahami konsili dengan baik dan seutuhnya, dan konsili juga bisa diarahkan dengan baaik. Dengan demikian, tugas seorang konsolor harus mengarahkan konsili pada upaya meolong mereka untuk memperoleh ketenangan dan mendapatkan jawaban dari setiap permasalahan mereka. Dengan adanya pendekatan ini seorang gembal baru bisa berkomunikasi dengan baik. Dengan adanya pendekatan tersebut seorang gembala harus mau memakai dua cara dalam pendekata, antara lain:

1. Menyambut Konseli Itu Dengan Hati Yang Terbuka dan empati

Menyambut konseli itu dengan hati yang terbuka dan empati yang mewujutkan suasana kondisif. Dengan adanya sikap seorang gembala sidang menyambut dengan hati yang terbuka, maka anak tersebut merasa aman dan merasa bahwa masih ada yang mau menerima dia. Menyambut anak dengan hati terbuka, akan membangun suatu hubungan yang baik dan suasan yang baik. Sebab Alkitab berkata dalam Lukas 19:10 “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." Dan dalam Matius 11:28 berbunyi “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu”. Allah saja mengerti dengan orang yang berbeban berat. Jadi seorang dembala harus memperhatikannya dengan baik orang-orang yang sudah emosinya dilecehkan.

2. Adanya Pertanyaan-Pertanyaan Yang Berbentu Diagnostik

Setelah adanya penyambutan terhadap anak, maka anak akan merasa aman dan tenang. Kemudian setelah anak bisa kita terima dengan baik dan dia merasa sudah aman dan terbuka, maka seorang konselor harus menyampaikan pertanyaan-pertanyaan diagnostik untuk mengali akar masalah yang digumuli oleh konseli. Dengan adanya pertanyaan-pertanyaan tersebut seorang gembala pasti akan:

Ø Mengenal masalah mereka

Perasan (emosi) biasanya sangat rentan terhadap singgungan-singgungan dari luar, misalnya: sikap kata-kata atau apapun yang datang dari orang lain. Menghadapi “singgungan” ini, “perasaan” langsung mengadakan respon (yang cendrung negative yang beranjak dari asumsi-asumsi yang telah dibangun menjadi kebiasaan yang mempengaruhi sikap emosinya). Hal ini seorang gembala harus memahaminya dan harus mengerti.

Ø Masalah tingkah laku mereka

Setelah mengali kebiasaan atau sikap dari konsili, konselor kemudian menuntun agar mengenal tingkah laku (sikap yang dipengaruhi emosi) yang terkait dengan masalah dimaksud.

Ø Mengenal masalah pikiran mereka

Dalam upaya menolong konseli mengenal tingkahlakunya dengan baik lebih mendalam, konselor kini berupaya untuk mengiring konsili untuk mengenal masalah berpikirnya. Masalh berpikir inni terkait erat dengan asumsi-asumsi yang telah dibakukan dalam pikiran konseli. Dengan memahami masalah berpikir, konsili yang sedang dibimbing untuk memasuki kawasan “berpikir rasional” guna menemukan kerugian yang ditimbulkan oleh diri mereka sendiri. Jadi dengan mengenal masalah pikiran mereka, maka dengan mudah kita akan mengarahkan dan membimbing mereka kejalan yang baik, sebagai mana yang Tuhan kehendaki.

C. ADANYA PEMULIHAN TERHADAP ANAK KORBAN PELECEJAN EMOSIONAL

Setela adanya konseli dan pembinaan dan pendekatan secara pribadi, seorang gembala juga harus membuat anak itu mendapatkan pemulihan. Dengan adanya pemulihan yang konsili dapatkan dari konselor, maka ia akan merasa tenang dan merasa bebannya terlepaskan. Dalam pemulihan ini, bukan hanya selesai disitu saja. Namun sebagai gembala sidang harus menenguhkan dia supaya memiliki komitmen yang benar. Seorang konseli membutuhkan sebuah pemulihan, seorang gembala sidang harus mengajak mereka.

1. Memastikan komitmen

Pada tahap ini, konselor harus dapat memastikan komitmen atau komitmen konsili, dengan tujuan untuk mau berubah dari masalah perasaan, tingkah laku serta pemikiran yang negatif kea rah perasaan, dan mengarahkan mereka memiliki pemikiran yang bersih dan positif yang sesuai dengan kebenarang pirman Tuhan. Dalam tahap inilah kesempatan seorang gembala menenguhkan dan mengarahkan mereka supaya memiliki pemikiran yang bersih, dan membuang rasa dendan yang selama ini mereka rasakan dalam hidup mereka. Dengan mestikan mereka memiliki komitmen, mereka pasti tidak akan memiliki pemikiran yang ingin balas dendam dalam hati mereka terhadap orang tua mereka.

2. Menjelaskan tentang Firman Tuhan

Setelah konsili memiliki komitmen dan konsili tersebut sudah terbuka dengan masalh perasaan, tingkahlaku, dan pemikiran yang terkait dengan permasalahan, maka seorang gembala harus megarahkan dan memberikan pemahaman kepada mereka bahwa Allah sangat mengasihi mereka, dan bukti kasih Allah itu kepada manusia itu, Dia rela mati untuk manusia (Yoh 3:16), dan bukan hanya itu saja, seorang harus menjelaskan bahwa Allah menerima mereka apa adanya (Matius 11:28, Maz 27:10). Dalam tahap ini sebagai gembala harus tegas dalam menyampaikan tentang kesih Allah kepada mereka, supaya mereka paham dan mengerti akan kasih setia Tuhan kepada mereka. Dengan menjelaskan kepada mereka tentang kasih Allah yang begitu besar kepada mereka, meraka akan belajar akan anugrah Tuhan itu dengan baik.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam pembahasan ini, sudah dijelaskan bahwa masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Jadi jika anak remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Dengan mengetahui bahwa masa rema adalah masa pencarian indentitas, mereka tidak boleh di kekang dan dilecehkan (emosihnya dilecehkan). Kalau diperhatikan Emosi merupaka warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.

Dari penjelasan keseluruhan penulis mengambil kesimpulan bahwah masa remaja ini masa pencarian identitas diri. Hal ini perlu di bombing supaya mereka dapat mencari indentitas yang baik pada masa remajanya. Dan mereka perlu dimengerti, pengen dipahami, dan pengen diterima. Dan mesa ini, mereka tidak ingin di kekang atau dilecehkan, dengan dibuat seperti itu anak akan menjadi kehilangan keindahan pada masa remaja tersebut.

B. SARAN-SARAN

1. Sebagai orang tua janganlah memperlakukan anaknya seperti tidak anaknya sendiri, tetapi perlakukanlah anak itu dengan baik. Dan sebagai orang tua harus mendidik anaknya seturut dengan kebenaran Firman Tuhan (Amsal 22:6)

2. Sebagai orang tua harus mau menerima kehadiran anak itu dalam keluarga, dan jangan menganggap bahwa kehadiran anak itu jadi merepotkan, namun disadari bahwa anak itu adalah titipan Tuhan.

3. Sebagai orang tua harus memberikan motifasi atau dorongan dan kata-kata yang memberkati (yang membangun) bagi diri anak remaja tersebut.


[1] www.google.com. Memahami remaja (Psikologi remaja)

[2] Dra. Ny.y. Singgih. D. Gunansa, Psikologi remaja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1980), hlm 82

[3] Rochell sammel, Emosi Atau Bagai Mana Mengenal, Menerima, Dan Mengarahkannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hlm 1-2

[4] www. Google.com. Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Kekerasan Pada Anak.

[5] W. J. S. Poerwadarmanta, Kamusa Bahasa Indonesia Umum, ( Jakarta: Pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, 1982)

[6] www.google.com Psikologi Anak. Fitri

[7] www.google.com . Bentuk-Bentuk Kekerasan Pada Diri Anak

[8] Rochell sammel OP-CIT.hlm 15

[9] Daniel Geleman, Kecerdasan Emosional, (Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama 1996), hlm 372

[10] Dr. Marygo Setiawani, Menerobos Dunia Anak, ( Bandung: Yayasan Kalam hidup, 2004), hlm 116

[11] www.google.com. Penyebab Munculnya Pelecehan Pada Diri Anak, Menurut Sihombing

[12] Magdalena Tomatala, Konselor Kompetem, Pengantar Konseling Terapi Untuk Pemulihan, ( Jalkarta: YT Leadersip Foundation, 2000), hlm 1.

[13] Jonh F. Macarthur, Pengantar Konseling Alkitabiah, (Malang: Gandum Mas, 2002), hlm 200

[14] Magdalena Tomatala, OP-CIT, hlm 91

[15] Pdt Dr. Stephen Tong, Seni Membentuk Karakter Kristen, (Jakarta: lembaga Reformed Injili Indonesia, 2003), hlm 13

[16] Pdt. Dr. Stephen Tong, Arsitek jiwa I, (Surabaya: Momentum, 1993), hlm 51

[17] Pdt. Dr. Stephen Tong, Arsitek jiwa II, (Surabaya: Momentum, 1993), hlm 31

Tidak ada komentar:

Posting Komentar