Minggu, 02 Mei 2010

SISTEM PENGUPAHAN HAMBA TUHAN ALKITABIAH















SISTEM PENGUPAHAN HAMBA TUHAN ALKITABIAH


A. PENDAHULUAN

Kebutuhan merupakan salah satu hal yang pokok dalam hamba Tuhan. Mengapa demikian karena Hamba Tuhan juga masih memerlukan semua itu, dalam kehidupan keluarganya dan pelayanananya sebaga seorang hamba Tuhan perlu mencukupi kebutuhannya. Seorang hamba Tuhan menerima semua itu dari pengupahan yang diberikan Gereja kepadanya. Di Masalah system pengupahan terhadap pelayan Tuhan (full-timers) akan membawa dampak negative maupun bagi gerejanya. Secara jangka pendek dampak ialah kondisi kualitas dan kuantitas gereja. Upah minim akan menyebabkan gereja kekurangan tenaga, sedangkan upah yang tiggi menyebabkan komersialisasi jabatan pelayan Tuhan. Tindakan itu akan memacu pelayan Tuhan menjadi pelayan “full-timers” yang menjadi hamba uang. Pengupahan bukan hanya terjadi sekarang ini di dalam Perjanjian Lama pengupahan sudah terjadi, dimana para imam menerima apa yang menjadi bagiannya. Menjadi masalahnya sekarang bagaimana sistem pengupahan Hamba Tuhan yang Alkitabiah yang harus diberikan dan dikerjakan oleh Gereja. Ini merupakan satu masalah yang cukup pelik baik bagi gerja lokal maupun interlokal, dengan keadaan gereja baik yang sudah besar maupun yang sederhana.

Melihat semuanya ini ada hal yang menyebabkan ini terjadi. Pengupahan gereja kepada hamba Tuhan terkadang terkendala misalnya gereja yang dilayani masih kecil dana gereja tidak cukup banyak untuk mengupah hamba Tuhan sehingga terkadang hamba Tuhan mencari kerja sampingan.

Dengan membaca penyebab diatas maka perlu strategi atau metode dalam menangani semuanya ini. Misalnya strategi pemecahan masalah dan bagaimana penaganannya.

Pembahasan dalam tulisan ini mengenai bagaimana system pengupahan Hamba Tuhan yang Alkitabiah adalah: di pendahuluan dibahas bagaimana masalah, penyebab, metode, dan harapan yang akan dicapai penulis, di pembahasan akan lebih dijelaskan lagi mengenai system pengupahan ini.

Harapan penulis ialah dengan memahami mengenai pengupahan dapat memberi wawasan baru lagi, mengerti yang menjadi masalah dan apa jalan penyelesaiannya, terlebih dapat diterapkan dalam pelayanan.

A. PEMBAHASAN

1. Pengertian Pengupahan

Pengupahan dari kata dasar “upah” artinya bayaran yang diberikan sebagai pembalasan jasa atau ongkos tenaga yang sudah dikeluarkan orang lain; gaji, bayaran; hasil dari perbuatan resiko”[1]. Pengupahan adalah satu tidakan yang dilakukan oleh seseorang atau badan layanan dengan memberikan upah kepada seseorang yang telah melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Pengupahan berarti ada yang memberi dan ada yang bekerja, seorang yang memberi upah disebut pengupah sedangkan orang yang menerima adalah orang yang diupahi/ mendapat.

Seorang hamba Tuhan perlu juga untuk menerima upah secara material untuk memenuhi kebutuhan baik pribadi maupun keluarga. Tuhan mengetahui bahwa semua pelayan-Nya sangat membutuhkan kebutuhan primer. Karena itu, Tuhan berkata bahwa “setiap pekerja patut mendapat upah”[2]. Upah yang diterima oleh hamba Tuhan semuanya dari Tuhan, yang dengan cara Tuhan memberikannya. Baik itu melalui orang yang dimana tempat melayani maupun cara lain yang Tuhan gunakan. Tetapi terkadang manusia ketika harus memberikan upah kepada pekerja Tuhan tidak memberikan yang sepatutnya harus diberikan. Hamba Tuhan memang tidak harus mementingkan berapa jumlah nominal yang akan diterima ketika melayani tetapi ini tidak boleh disepelehkan dan di abaikan karena hamba Tuhan juga memerlukan untuk memenuhi kebutuhannya.

Pengertian pengupahan menurut Perjanjian Lama, sebagai seorang Imam mendapatkan upah sesuai dengan standar pekerjaan/pelayanan yang dilakukannya. Tidak ada seseorang yang mendapatkan upah tanpa bekerja. Para imam tidak menerima upah dari Tuhan seperti yang diterima suku bangsa yang lain tetapi mereka menerima upah dari Tuhan melalui persepuluhan yang dilakukan bangsa itu. “Akulah bagianmu dan milik pusakamu ditengah-tengah orang Israel” (Bil. 18:20b), ini merupakan upah yang melebihi dari upah yang diterima oleh bangsa Israel lainnya.

Pengertian pengupahan menurut Perjanjian Baru, sebagai pelayan Tuhan dikatakan bahwa upah semuanya dari Tuhan. Dalam Lukas 10:7 disebutkan “Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah”. Upah disini adalah sesuatu yang patut diterima oleh para murid Tuhan dimana ia melayani. Baik itu dirumah-rumah jemaat maupun didalam rumah ibadah.

Jadi pengertian pengupahan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru keduanya tidak ada bedanya, maksudnya setiap pelayan Tuhan yang melalayani patut diberikan atau menerima upah dari apa yang telah mereka kerjakan, melakukan tanggung jawab sebagai hamba Tuhan melayani jemaat. Tidak ada seorangpun yang mendapat upah tanpa bekerja. Paulus mengatakan bahwa ornang yang malas jangan diberi makan, ini berarti bahwa orang yang tidak bekerja tidak akan mendapat upahnya.

2. Siapakah Yang Mengupah?

Pengupahan berarti ada yang memberi dan ada yang bekerja, seorang yang memberi upah disebut pengupah sedangkan orang yang menerima adalah orang yang diupahi/ mendapat. Hubungan kerja antara siapa yang bekerja, kepada siapa ia bekerja dan siapa yang mengupah. Orang yang bekerja di kantor swasta maupun negeri pada akhir bulan menerima gaji. Sekarang dalam pembahasan ini akan dibahas mengenai pengupahan hamba Tuhan. Sebagai hamba Tuhan dia adalah seorang hamba Tuhan dan mendapat upah dari Tuhan. Yang menjadi atasan mereka bukan manusia tetapi Tuhan. Upah seorang hamba Tuhan memang dari jemaat, tetapi mereka tidak makan upah jemaat. Artinya jemaat bukan atasan hamba Tuhan atau jemaat yang merupakan sumber utama dari upah hamba Tuhan. “Seorang hamba Tuhan akan hidup dari menjual bulu dombanya, namun sama sekali tidak berarti gembala itu diupah oleh dombanya”[3]. Jadi yang mengupah seorang hamba Tuhan bukanlah orang dimana tempat dia melayani tetapi Tuhan karena Tuhan adalah atasannya, dan Tuhan memakai manusia untuk menjadi saluran memberi upah (berkat materi).

3. System Pengupahan Menurut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

a. System Pengupahan menurut Perjanjian Lama

Tuhan menetapkan system pengupahan terhadap para pelayan-pelayan-Nya. System pengupahan Tuhan adalah hal yang terbaik dari semua system pengupahan yang dibuat oleh manusia. Suku Lewi adalah pilihan Tuhan untuk menjadi pelayan dirumah Tuhan. Kewajiban yang harus mereka lakukan ialah menjadi pelayan rumah Tuhan, mengurus semua perabotan rumah Tuhan dan membawa setiap persembahan yang diberikan oleh bangsa Israel kepada Tuhan. Mereka tidak seperti bangsa Israel lain yang harus berperang dan penghasilan mereka tidak seperti penghasilan yang diterima oleh bangsa Israel lainnya. Oleh sebab itu penghasilan mereka terima dari Tuhan melalui apa yang diberikan bangsa Israel dan Tuhan berikan kepada mereka. Suatu ketetapan bahwa penghasilan mereka ialah dari persembahan-persembahan khusus yang dipersembahkan Tuhan berikan kepada pelayan Tuhan (Bil. 18:1). Dan dikatakan lagi dalam ayat 20 bahwa suku Lewi tidak menerima milik pusaka di tengah-tengah bangsa Israel yang lain tetapi Tuhan katakana “Akulah menjadi baigian dan milik pusakamu ditengah-tengah orang Israel. Inilah satu ketetapan yang dibuat oleh Tuhan, dan inilah system pengupahan yang dibuat Tuhan terhadap bani Lewi sebagai pelayan Tuhan. Suku Lewi menerima persepuluhan yang dikembalikan orang Israel kepada Tuhan, itu yang menjadi milik mereka. Allah memperhatikan kesejahteraan pelayan-pelayan-Nya dengan memberikan upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Karena suku Lewi sedikit dari suku-suku lain, sehingga pendapatan mereka diatas rata-rata orang Israel. Terlebih keluarga Imam yaitu keturunan Harun semua yang terbaik yang dipersembahkan oleh orang Israel menjadi haknya.

Ada beberapa dasar Alkitabiah tentang upah kepada para pelayan Tuhan dalam Perjanjian Lama berdasarkan persembahan. Sistem pengupahan yang dibuat Tuhan terhadap para pelayan Tuhan (Imam). Melalui beberapa hal yang dibahas dibawah ini merupakan cara Tuhan dalam melakukan suatu pengupahan, atau dari mana upah yang diterima oleh hamba Tuhan dan bagaimana caranya.

1. Persepuluhan

- Maleakhi 3:10, Tuhan menyuruh membawa persembahan persepuluhan untuk rumah Tuhan, dalam ayat ini bahwa yang dimaksud dengan persembahan persepuluhan adalah sepersepuluh dari pendapatan tahunan, yang dipisahkan untuk persembahan bagi Tuhan.

- Imamat 27:30, 31, setiap persembahan persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih di tanah maupun dari buah pohon-pohonan, adalah milik TUHAN; itulah persembahan kudus bagi TUHAN. Mengenai segala persembahan persepuluhan dari lembu sapi atau kambing domba, maka dari segala yang lewat dari bawah tongkat gembala waktu dihitung, setiap yang kesepuluh harus menjadi persembahan kudus bagi TUHAN.

- Ulangan 26:12-14, Tuhan memerintahkan supaya mereka memberikan persembahan persepuluhan kepada orang Lewi, unutk menjadi makan supaya mereka kenyang.

- Bilangan 18:8,9,12,13,19,20,21, mengenai bani Lewi, sesungguhnya Aku berikan kepada mereka segala persembahan persepuluhan di antara orang Israel sebagai milik pusakanya, untuk membalas pekerjaan yang dilakukan mereka, pekerjaan pada Kemah Pertemuan. Ini adalah satu ketetapan yang di buat oleh Tuhan.

2. Buah bungaran (hasil Pertama)

- Imamat 23:10, 20, hasil pertama dari penuaian itu diberikan kepada Tuhan sebagai persembahan, mereka harus bawa kepada imam,semua persembahan itu kudus bagi Tuhan dan adalah bagian imam.

- Ulangan 18:4, hasil pertama dari gandummu, dari anggurmu dan minyakmu, dan bulu guntingan pertama dari dombamu diberikan kepada orang Lewi karena mereka tidak mendapat milik pusaka seperti bangsa Israel lainnya, tetapi Tuhanlah milik pusaka mereka, apa yang diberikan kepada Tuhan menjadi milik mereka.

- Ulangan 26:1-11, maka haruslah engkau membawa hasil pertama dari bumi yang telah kaukumpulkan dari tanahmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, dan haruslah engkau menaruhnya dalam bakul, kemudian pergi ke tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, untuk membuat nama-Nya diam di sana. Dan orang Lewi bersukaria karena apa yang diberikan Tuhan kepada mereka.

3. Persembahan sukarela

Ezra 2:68, beberapa kepala kaum keluarga, tatkala datang ke rumah TUHAN yang di Yerusalem, mempersembahkan persembahan sukarela guna pembangunan rumah Allah pada tempatnya semula. Mereka juga memberikan sekadar kemampuan seratus helai kemeja imam.

4. Persembahan Khusus

- Bilangan 18:8, lagi berfirmanlah TUHAN kepada Harun: "Sesungguhnya Aku ini telah menyerahkan kepadamu pemeliharaan persembahan-persembahan khusus yang kepada-Ku; semua persembahan kudus orang Israel Kuberikan kepadamu dan kepada anak-anakmu sebagai bagianmu; itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya.

- Yehezkiel 48:8, persembahan khusus yang mengenai panjang dan lebar tanah yang diberikan kepad imam-imam seperti orang-orang Lewi.

b. Sistem Pengupahan dalam Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru juga ada membahas mengenai pengupahan. Matius 10:10 mengatakan “Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kau membawa baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja ada upahnya.” Yesus ketika memilih mereka dan mengutus murid-murid-Nya mengatakan hal ini. Secara kebutuhan material mereka harus membawanya, tetapi Tuhan katakana jangan membawanya. Melalui ini terlihat system yang digunakan Tuhan Yesus, yaitu upah yang mereka terima semua dari Tuhan. Mereka tidak akan hidup dari apa yang diberikan oleh manusia tetapi Tuhan punya banyak cara untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tuhan mengatur cara untuk mengupah pelayan-pelayan-Nya, jadi dari hasil pekerjaan setiap pelayanan mereka akan mendapat upahnya.

Dalam Lukas 10:7 mengatakan “Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah.” Pada ayat ini dijelaskan bahwa mereka harus hidup dari dimana mereka melayani. Tuhan punya system pengupahan yang diberikan kepada murid-murid-Nya yaitu bahwa mereka dicukupi dengan apa yang diberikan oleh tuan rumah dimana mereka melayani. Dimanapun mereka melayani murid-murid-Nya tetap mendapatkan upah, karena Tuhan punya banyak cara untuk memberikan upah.

Dalam Perjanjian Baru, kerja diasumsikan sebagai cara yang normal bagi kehidupan setiap orang. Tidak satupun dari konsep-konsep Perjanjian Lama dibuang, melainkan justru dikuatkan, dengan penekanan tambahan pada sikap orang yang bersangkutan terhadap kerjanya dan majikannya. Beberapa prinsip kunci yang perlu kita pertimbangkan sehubungan dengan pekerja yang mendapatkan upah dari Perjanjian Baru yakni: Surat 2 Tesalonika 3:10 mengatakan, “jika seseorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan”. Pernyataan ini Keras. Jadilah Pegawai yang taat dan penurut; Kolose 3:22, kis 24:16; cukupkanlah dirimu dengan gajimu (hak) - Luk 3:14. Dalam Perjanjian Baru juga ada pengupahan yang berkelanjutan dari Perjanjian Lama seperti, perpuluhan (Matius 23:23, Luk 11:42, Ibrani 7:5), buah bungaran, persembahan sukarela, selain itu ada penambahan-penambahan yang muncul dengan sistem pengaturan dari organisasi jemaat.

4. System Pengupahan Hamba Tuhan Alkitabiah

Dalam zaman Perjanjian Baru ini bahkan zaman sekarang ini sistem pengupahan bagi para pekerja tidak sama. Ada yang sistem gaji, yaitu para pendeta, pengerja mendapatkan upah berpatokan pada rapat majelis keputusan dari majelis. Ada juga yang dengan sistem mengambil perpuluhan dan persembahan sukarela dari jemaat. Semua yang dari jemaat diambil oleh pendeta dan upah untuk para pengerja dan majelis diatur oleh pendeta. Ada juga yang mendapatkan upah sesuai dengan jenjang pendidikan. Setiap pekerja yang pendidikannya tinggi akan mendapat upah yang tinggi, sedangkan yang berpendidikan rendah akan mendapatkan upah yang rendah pula. Ini merupakan system pengupahan yang berbeda dengan system pengupahan Tuhan. Dalam Perjanjian Lama dikatakan bahwa apa yang dipersembahkan kepada Tuhan diberikan kepada para pelayan-Nya dan dalam Perjanjian Baru semakin dikuatkan bahwa setiap pelayan Tuhan memperoleh upah dari pelayanannya. Tuhan tidak pernah membeda-bedakan upah yang akan diberikan kepada pelayan-Nya, apa yang diberikan kepada Tuhan itu yang diberikan kepada para pelayan-Nya, apa yang telah mereka lakukan itulah yang akan menjadi upahnya.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa para pengerja gereja memperoleh upah yang kurang memadai dibandingkan dengan upah untuk pekerjaan yang sama di perusahaan sekuler. Mereka lebih suka bekerja di perusahaan sekuler daripada melayani di gereja. Pilihan tersebut kedenganrannya kurang beriman, namun sangat manusiawi bila diingat betapa besar biaya hidup yang sedang dan akan ditanggung orang tersebut beserta keluarganya. Akibatnya saat ini ada dua kelompok SDM yang melayani gereja. Kelompok pertama adalah mereka yang memutuskan untuk melayani Tuhan karena mereka benar-benar terpanggil dan siap berkorban. Dan kelompok yang kedua adalah mereka yang telah tersisih dan tidak memiliki pilihan lain.

Untuk yang terpanggil, masih besar kemungkinan ditemukan SDM berkualitas dan dedikasi yang tinggi dan mental yang kuat untuk hidup dalam pengorbanan. Namun untuk kelompok yang kedua, dapat dipastikan bahwa mereka bukanlah dari SDM terbaik, karena pada dasarnya mereka adalah orang-orang yang tersisihkan. Bila golongan yang kedua ini banyak bergabung dengan gereja, maka dapat dipastikan bahwa perkembangan gereja akan stagnan, bahkan mundur.

System pengupahan di zaman sekarang ini seharusnya mengikuti pengupahan yang terjadi di zaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dimana system pengupahan dalam Perjanjian Lama tidak berbeda dengan Perjanjian Baru keduanya saling berkaitan. Tuhan menetapkan persepuluhan dan diberikan kepada orang Lewi, sebagai pelayan “full-time” dalam Perjanjian Lama demikian juga hak pelayan “full-time” di zaman Perjanjian Baru sampai sekarang ini harus dilakukan. Perpuluhan adalah untuk keperluan biaya hidup para pelayan Tuhan seperti yang tertuliskan dalam Maleakhi 3:10 “bawalah persembahan persepuluhanmu itu ke dalam rumah Tuhan, supaya ada persediaan makanan di rumahku . . . .”

Setiap pekerja keras pasti mendapatkan kepuasan. Manusia tidak boleh menjauhi kerja, melainkan dipuaskan oleh hasil kerja tangan atau pikirannya. “Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak” (Pkh 5:11), dan “dalam tiap jerih payah ada keuntungan” (Ams 14:23). “Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih bagi manusia daripada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya” (Pkh 3:22). Perjanjian Lama mencela kemalasan dan memuji kerja keras. Setiap pekerja akan mendapatkan upahnya dengan kepuasan dari hasil pekerjaannya.

Para pekerja adalah orang yang patut dihormati. Para imam adalah para pekerja yang patut dihormati, dalam jaman perjanjian lama para Imam adalah orang yang sangat dihargai. Para imam bekerja sebagai wakil Allah dan setiap pekerjaan yang dilakukan adalah tugas dari Allah. Dalam perjanjian lama upah seorang imam berasal dari jemaat Allah. Dalam perjanjian Lama ditekankan pada perpuluhan (seper sepuluh), Setiap penghasilan adalah milik Tuhan, wajib dikembalikan kepada Tuhan, kemudian Tuhan berikan kepada orang yang melayani-Nya. Allah memperhatikan kesejahteraan pelayan-pelayanan-Nya dan memberikan upah yang cukup. Pada Zaman Perjanjian Lama ini Imam mendapat pendapatan dari barang yang terbaik, yang dipersembahkan pada Tuhan akan menjadi miliknya (Bil 18:21).

Inilah system yang Tuhan telah gunakan dalam Perjanjian Lama dan perjanjian Baru. Tuhan sampai saat ini tidak pernah merombak system persepuluhan sebagai sumber pemasukan, dan Tuhan juga tidak merombak cara pemakaiannya. System ini merupakan system Alkitabiah, dimana dengan system ini hamba Tuhan tidak akan kaya raya juga tidak akan kekurangan dalam artian bahwa mereka hidup berkecukupan. Persepuluhan diterima bukan karena jemaat yang dilayani kaya raya tetapi karena setia dan mengasihi Tuhan sehingga mereka memberikan apa yang menjadi milik Tuhan dan Tuhan memberikan kepada pelayan Tuhan yang melayani. Apa yang menjadi milik pelayan Tuhan adalah pemberian Allah kepada manusia untuk digunakan dalam pelayanan seumur hidupnya. Luther mengatakan “milikku yang berasal dari kebaikan dan belas kasih Bapa, tanpa kelayakan sedikitpun dariku untuk segala yang menjadi kewajibanku untuk berterimah kasih dan memuji, untuk melayani dan mengikuti Dia.”[4] Jadi semuanya dari Tuhan.

B. PENUTUP

KESIMPULAN

Sumber daya manusia merupakan satu hal yang sangat penting dalam suatu pekerjaan. Dengan adanya sumberdaya manusia maka pekerjaan dapat dikerjakan dengan baik. Hamba Tuhan adalah salah satu sumber daya manusia yang sangat diperlukan dalam satu pelayanan. Setiap pekerja memerlukan kebutuhan materil yang akan memenuhi kebutuahannya. Dengan demikian jika ada pekerja berarti ada juga upah yang akan mereka terima. Sebagai seorang hamba Tuhan juga perlu dengan kebutuhan ini, mereka juga hidup didunia ini perlu namanya kebutuhan. Upah yang mereka peroleh ialah dari pelayanan yang telah mereka lakukan. memang tidak dipungkiri bahwa berkat yang mereka terima atau upah itu semua berasal dari Tuhan dan mereka harus melayani tanpa memandang berapa yang akan diperoleh. Melihat semuanya itu untuk memberi upah kepada mereka ada system pengupahan yang harus dilakukan dan system itu haruslah yang Alkitabiah. Darimana mereka peroleh semua itu ialah dari sidang jemaat yang mereka layani. Jadi pada hakekatnya adalah pengupahan terjadi karena adanya pekerja-pekerja yang menjalankan tugas sesuai dengan yang telah ditetapkan. Baik dalam perjanjian lama maupun dalam perjanjian baru pengupahan dilakukan kepada orang-orang yang bekerja, bukan kepada orang yang tidak bekerja. Oleh sebab itu perlu untuk membentuk system pengupahan yang Alkitabiah dengan melihat system pengupahan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang telah dibuat oleh Tuhan. Pengupahan yang dijelaskan dalam perjanjian Lama dan Perjanjian baru adalah pengupahan yang diberikan kepada pekerja-pekerja. Pengupahan yang diberikan kepada pelayan Tuhan ialah dari apa yang diberikan bangsa kepada Tuhan berarti apa yang diberikan jemaat kepada Tuhan menjadi bagian atau upah bagi hamba Tuhan yang melayani. Inilah system pengupahan yang Alkitabiah melalui persepuluhan yang di persembahkan jemaat kepada Tuhan dan itulah yang menjadi upah para hamba Tuhan yang melayani.


[1] Susilo Riwayadi dan Suci Nur Anisyah, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Sinar Terang), hlm 692.

[2] Andreas Sudjono, Bahan Ajar Doktrin Gereja, (Surakarta: Sekolah Tinggi Teologi “Intheos”, 2008), hlm 57.

[3] Ibid, hlm 60.

[4] Edgar Walz, Bagaimana Mengelolah Gereja Anda, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), hlm. 208


Tidak ada komentar:

Posting Komentar